Berbagi Suara-Nya

Aktifkan Roh Kudus! Mode AI: Mode “Anak Ilahi” dengan Spiritual GPS

“Aku hendak mengajar dan menunjukkan kepadamu jalan yang harus kautempuh; Aku hendak memberi nasihat, mata-Ku tertuju kepadamu.” (Mazmur 32:8)   Seorang Ayah yang Menuntun Anak-Nya Seperti seorang ayah yang dengan penuh kasih mengajarkan anaknya berjalan, demikian juga Roh Kudus menuntun setiap langkah kita. Ketika seorang anak jatuh, ayahnya segera mengulurkan tangan untuk membantunya berdiri. Begitu pula dengan Roh Kudus—Dia tidak membiarkan kita tergeletak dalam kegagalan, melainkan membimbing dan menguatkan kita untuk melangkah kembali.   Tuhan rindu agar kita selalu berjalan di dalam bimbingan-Nya. Namun, sering kali kita merasa cukup kuat berjalan sendiri, padahal tanpa tuntunan-Nya. Sehingga, kita mudah tersandung dan kehilangan arah.   Roh Kudus bukan hanya sebagai Penolong, tetapi juga sebagai Penghibur (Yohanes 14:26). Dia mengingatkan kita akan janji Tuhan ketika kita lelah dan ragu. Ketika jalan terasa sulit dan penuh tantangan, ingatlah bahwa kita tidak berjalan sendirian. Tuhan menyertai kita dan Roh-Nya memimpin kita dengan kasih setia-Nya.   Belajar Berjalan Bersama Tuhan Hidup ini seperti perjalanan panjang. Ada saat di mana kita melangkah di jalan yang datar dan indah, tetapi ada juga saat kita harus melewati jalan yang terjal, berbatu, atau bahkan gelap gulita. Dalam setiap langkah, kita perlu bergantung kepada Tuhan agar tidak tersesat.   Amsal 3:5-6 mengingatkan kita, “Percayalah kepada TUHAN dengan segenap hatimu, dan janganlah bersandar kepada pengertianmu sendiri. Akuilah Dia dalam segala lakumu, maka Ia akan meluruskan jalanmu.” Namun, sering kali kita ingin berjalan lebih cepat karena merasa tidak sabar menunggu rencana Tuhan. Atau sebaliknya, kita terlalu takut untuk melangkah maju dan akhirnya terjebak dalam ketidakpastian.   Tuhan mengizinkan kita menghadapi berbagai ujian agar kita bertumbuh dalam iman. 2 Korintus 5:7 berkata, “Sebab hidup kami ini adalah hidup karena percaya, bukan karena melihat.” Oleh sebab itu, kita harus berani melangkah dengan iman, percaya bahwa Tuhan selalu memegang kendali atas hidup kita.   Pengaruh Orang di Sekitar Kita Setiap orang di sekitar kita juga memiliki pengaruh dalam perjalanan iman kita. Ada yang memberi dorongan positif, tetapi ada juga yang mengarahkan kita ke jalan yang salah. Jika kita tidak berhati-hati, kita bisa terbawa arus duniawi dan menjauh dari tuntunan Roh Kudus.   1 Korintus 15:33 menegaskan, “Janganlah kamu sesat: Pergaulan yang buruk merusakkan kebiasaan yang baik.” Oleh karena itu, kita harus selektif dalam memilih teman dan komunitas. Carilah sahabat yang seiman dan yang dapat membangun iman kita.   Selain itu, kita juga harus bijak dalam menerima nasihat. Tidak semua yang terdengar baik berasal dari Tuhan. Itu sebabnya, kita harus selalu menguji setiap nasihat dengan firman Tuhan (1 Tesalonika 5:21). Jangan sampai kita tersesat hanya karena mengikuti pendapat manusia tanpa mencari kehendak Tuhan terlebih dahulu.   Roh Kudus sebagai Penuntun Sejati Terkadang kita lupa bahwa kita memiliki seorang Penuntun Ilahi yang selalu siap membimbing kita. Seperti seorang ayah yang terus mengawasi anaknya, Roh Kudus selalu bekerja dalam hidup kita. Namun, masalahnya adalah kita sering lebih mengandalkan pemikiran sendiri daripada berserah pada bimbingan-Nya.   Yesaya 30:21 berkata, “Dan telingamu akan mendengar perkataan ini dari belakangmu: ‘Inilah jalan, berjalanlah mengikutinya,’ entah kamu ke kanan atau ke kiri.” Tuhan selalu memberi petunjuk, tetapi apakah kita mau mendengar dan taat?   Sering kali kita ingin mengambil jalan pintas, mencari cara yang lebih mudah, atau mengikuti keinginan hati kita sendiri. Padahal, jalan Tuhan tidak selalu nyaman, tetapi selalu membawa kita kepada kebaikan. Roma 8:14 mengatakan, “Semua orang, yang dipimpin Roh Allah, adalah anak Allah.” Jika kita benar-benar anak-anak-Nya, maka kita harus belajar berserah kepada pimpinan Roh Kudus dalam setiap aspek hidup kita.   Keberanian Hidup dalam Tuntunan Tuhan Berjalan dalam tuntunan Tuhan bukanlah hal yang mudah. Dibutuhkan keberanian, ketekunan, dan kesabaran. Tuhan tidak menunjukkan seluruh rencana-Nya sekaligus, tetapi Dia menuntun kita setapak demi setapak.   Yesaya 41:10 memberi jaminan, “Jangan takut, sebab Aku menyertai engkau, jangan bimbang, sebab Aku ini Allahmu; Aku akan meneguhkan, bahkan akan menolong engkau; Aku akan memegang engkau dengan tangan kanan-Ku yang membawa kemenangan.” Jangan takut melangkah! Tuhan selalu ada untuk menolong kita.   Sebagai orang percaya, kita harus membangun hubungan yang erat dengan Tuhan melalui doa, membaca firman, dan bersekutu dengan sesama orang percaya. Jangan pernah merasa cukup dengan iman yang dangkal, tetapi teruslah bertumbuh dalam pengenalan akan Tuhan.   Percayalah bahwa Roh Kudus selalu menuntun langkah kita. Dia tidak akan membiarkan kita berjalan sendirian. Peganglah janji Tuhan dan jalani hidup dengan keyakinan bahwa Dia selalu setia menyertai kita hingga akhir.   BSD, Juni 2025

Aktifkan Roh Kudus! Mode AI: Mode “Anak Ilahi” dengan Spiritual GPS Read More »

Lagi Mentok Hidup? Lagu Ini Buktikan Tuhan Nggak Pernah Tinggalin Kamu 💪

“Segala perkara dapat kutanggung di dalam Dia yang memberi kekuatan kepadaku.”  (Filipi 4:13)   Namanya adalah Fanny Crosby. Sejak umur 6 bulan, dia sudah kehilangan penglihatannya. Tapi justru dari keterbatasannya itu, dia jadi punya “mata rohani” yang luar biasa. Tidak main-main, dia menciptakan lebih dari 8.000 lagu rohani yang sampai hari ini masih dinyanyikan di seluruh dunia!   Salah satu lagu powerful yang dia tulis adalah “All the Way My Savior Leads Me” (versi Bahasa Indonesia: Di Jalanku ‘Ku Diiring, Kidung Jemaat 408). Lagu ini bukan hanya enak didengar, tapi lahir dari pengalaman spiritual yang sangat dalam.   Tahun 1875, Fanny sedang mengalami kesulitan keuangan. Tapi alih-alih panik atau menyerah, dia berdoa. Dia minta lima dolar pada Tuhan, jumlah yang cukup besar di masa itu. Dan, tidak lama setelah dia selesai berdoa, seorang pria mengetuk pintunya… dan memberikan lima dolar. Jumlah yang persis seperti yang dia minta. Mind-blowing, kan?   🙏 Lagi Bingung dan Cemas? Sampaikan Saja Lewat Doa Filipi 4:6 – “Janganlah hendaknya kamu kuatir tentang apa pun juga, tetapi nyatakanlah dalam segala hal keinginanmu kepada Allah dalam doa dan permohonan dengan ucapan syukur.”   Kadang hidup bisa terasa berat sekali, selaiknya beban terus menempel di hati dan pikiran. Tekanan tugas yang tidak  kelar-kelar, pekerjaan yang bikin burn-out, hubungan yang bikin overthinking, atau masa depan yang rasanya kabur. Semuanya menumpuk dan bikin kita berpikir: “Tuhan, aku harus gimana?” Rasanya kayak lagi jalan di lorong gelap, sendirian, dan tidak tahu harus melangkah ke mana.   Tapi kamu Tidak sendiri. Tuhan tidak pernah suruh kita menjalani hidup sendirian. Dia ingin kita datang, bukan dalam performa sempurna, tapi dalam kejujuran. Doa bukan cuma rutinitas, tapi relasi. Itu momen paling real buat komunikasi dengan Tuhan tanpa sensor. Seperti Fanny yang waktu itu cuma bisa bilang, “Tuhan, aku butuh lima dolar.” Tidak panjang-panjang, tapi jujur dari hati. Dan Tuhan jawab. Dia dengar. Sama seperti Dia dengar kamu sekarang juga.   Tuhan sudah janji: Dia akan kasih jalan keluar. Bukan janji kosong, tapi janji dari Pribadi yang tahu segalanya dan bisa lakukan apa pun. Fanny sudah buktikan, dan kamu juga bisa alami—kalau kamu mau datang dan bicara ke Tuhan.   👣Tuhan Selalu Jalan Bareng Kita Mazmur 121:8 – “Tuhan akan menjaga keluar masukmu, dari sekarang sampai selama-lamanya.”   Jujur, kadang kita inginnya hidup itu seperti jalan tol, lurus, terang, dan bebas hambatan. Tapi kenyataannya, hidup lebih mirip hiking ke gunung: naik turun, kadang licin, dan sering kali bikin lelah. Tapi justru dari proses itulah, Tuhan membentuk karakter dan memperdalam iman kita.   Kisah Fanny jadi reminder nyata bahwa Tuhan tidak pernah lepas pandang. Dia tahu setiap detail hidup kita, bahkan yang tidak kita sampaikan ke siapa-siapa. Mungkin Dia tidak selalu beri semua yang kita minta, tapi Dia selalu kasih apa yang kita perlu. Mungkin sekarang kamu lagi di “jalan terjal”, tapi percaya, Tuhan lagi tuntun tiap langkahmu. Dia tidak diam. Dia kerja di balik layar, dan Dia lagi menulis cerita yang lebih indah dari apa pun yang kamu bayangkan.   Jadi walaupun belum kelihatan hasilnya sekarang, jangan berhenti percaya. Jangan mundur. Waktu Tuhan itu tidak pernah telat, dan rencana-Nya selalu lebih solid dari semua rencana kita sendiri.   ✨Lepaskan, Percaya, dan Lihat Cara Tuhan Bertindak 1 Petrus 5:7 – “Serahkanlah segala kekuatiranmu kepada-Nya, sebab Ia yang memelihara kamu.”   Tuhan bukan cuma ada di awan-awan sana, dan memperhatikan kita dari jauh. Dia terlibat, Dia peduli, Dia aktif ikut campur dalam hidup kita. Jadi kenapa harus pikul semua beban sendiri? Tuhan bahkan lebih mengerti kamu daripada kamu tahu dirimu sendiri.   Kita diajar untuk tetap bersukacita dalam pengharapan, bahkan waktu semuanya masih gelap. Untuk tetap sabar walau belum ada jawaban. Dan tetap berdoa, walau kadang rasanya sunyi. Karena kuncinya bukan di seberapa cepat jawaban datang, tapi di siapa yang kita percaya saat menunggu.   Mungkin Tuhan tidak langsung kasih “iya” buat setiap permintaanmu. Tapi bukan karena Dia tidak peduli, justru karena Dia punya sesuatu yang jauh lebih baik. Rencana Tuhan tidak pernah biasa-biasa saja. Kadang Dia ganti jalan kita, bukan untuk bikin susah, tapi untuk bawa kita ke tempat yang lebih aman, lebih indah, dan lebih sesuai dengan tujuan kita diciptakan. Di Jalanku ‘ku diiring oleh Yesus Tuhanku, Apakah yang kurang lagi bila Dia panduku, Diberi Damai Sorgawi asal imanku teguh, Suka duka dipakainya untuk kebaikanku.   Sumber cerita Fanny Crosby: https://dianaleaghmatthews.com/way-savior-leads/?utm_source=chatgpt.com  BSD, Mei 2025

Lagi Mentok Hidup? Lagu Ini Buktikan Tuhan Nggak Pernah Tinggalin Kamu 💪 Read More »

Tanpa Tuhan: Hidup FullBar, Jiwa LowBat

“Aku berkata kepada Tuhan: “Engkaulan Tuhanku, tidak ada yang baik bagiku selain Engkau”” (Mazmur 16:2)   Di era modern yang penuh kemajuan teknologi, kita tidak bisa lepas dari kehadiran telepon genggam. Banyak orang bahkan berkata, “Lebih baik ketinggalan dompet daripada ponsel.” Lewat ponsel, kita bisa memesan makanan, barang, bahkan mencari hiburan hanya dalam hitungan detik. Hidup terasa mudah, cepat, dan praktis. Tetapi, pernahkah kita berpikir apa jadinya ponsel tanpa baterai?   Tanpa daya, ponsel secanggih apapun hanyalah benda mati. Semua fitur hebatnya jadi tak berarti, tak satu pun fungsi bisa digunakan. Ia tetap terlihat utuh, tapi kehilangan kemampuan untuk menjalankan tujuannya. Begitu pula dengan hidup kita. Dari luar mungkin terlihat sukses, aktif, dan penuh aktivitas. Namun tanpa Tuhan, sumber kehidupan sejati, segala sesuatu yang kita kejar dan bangun akan berakhir sia-sia.   Tuhan adalah sumber kekuatan rohani yang menghidupkan jiwa kita. Tanpa Dia, kita tidak lebih dari wadah kosong yang berjalan tanpa arah. Sebagaimana ponsel butuh baterai, hidup kita butuh hadirat dan kuasa Tuhan agar memiliki makna sejati.   Air Hidup: Tanpa Dia, Jiwa Kering dan Mati Yohanes 7: 37B-38 – “”Barang siapa haus, baiklah ia datang kepada-Ku dan minum! Barang siapa percaya kepada-Ku, seperti yang dikatakan oleh Kitab Suci: Dari dalam hatinya akan mengalir aliran-aliran air hidup.””   Air adalah kebutuhan dasar yang tak tergantikan. Manusia bisa hidup berminggu-minggu tanpa makanan, tetapi tanpa air, tubuh akan mengalami dehidrasi parah hanya dalam tiga hari. Tanpa air, tanaman layu, binasa, dan akhirnya mati. Air bukan hanya pelengkap, ia adalah kebutuhan mutlak untuk mempertahankan kehidupan.   Yesus memperkenalkan diri sebagai Air Hidup kepada perempuan Samaria (Yohanes 4:13-14). Bukan air biasa, tetapi air yang menyegarkan dan memberi hidup kekal. Air yang membuat hati yang kering kembali hidup. Air yang mengalir dari dalam, bukan dari luar. Ini menunjukkan bahwa kehidupan rohani hanya bisa bertumbuh bila kita datang dan melekat kepada Kristus.   Meskipun kita tidak melihat Tuhan secara fisik, Dia nyata seperti listrik yang menghidupkan lampu. Keberadaan-Nya membuat hidup kita bersinar dan penuh makna. Saat kita percaya kepada-Nya, jiwa kita dipuaskan dan dari dalam kita akan memancar kasih, damai, dan kuasa yang memberkati orang lain.   Kuasa Dunia dan Daging: Megah Tapi Sementara Roma 8:7 – “Sebab keinginan daging adalah perseteruan terhadap Allah, karena ia tidak takluk kepada hukum Allah; hal ini memang tidak mungkin baginya.”   Takhta, cinta, kuasa, uang, pekerjaan dan hal duniawi lainnya bisa hilang dalam sekejap. Semua itu tidak abadi. Tetapi Tuhan kita selalu ada. Dengan Dia kita tidak pernah miskin, kita selalu kaya. Hubungan erat kita dengan Dia ada selamanya. Walaupun kita meninggalkan Dia karena kedagingan, Dia tidak pernah pergi. Tidak ada yang bisa mengambil Dia dari kehidupan kita.   Manusia sering terjebak dalam godaan kuasa duniawi. Kita mungkin terlihat aktif dalam pelayanan, rajin beribadah, tetapi di luar itu hati kita masih terikat pada kesenangan dunia: harta, jabatan, kekuasaan, dan pengakuan. Kita berusaha mempertahankan citra rohani, tetapi diam-diam jiwa kita lelah karena terlalu banyak kompromi dengan dosa.   Ambisi, cinta dunia, dan hasrat pribadi seringkali membuat kita menjauh dari Tuhan. Seperti Yudas yang menjual Yesus demi sejumlah uang, banyak orang juga ‘menjual’ imannya demi status, pasangan, atau gengsi. Kita lupa bahwa segala yang dunia tawarkan bersifat fana dan bisa hilang dalam sekejap. Harta bisa lenyap, jabatan bisa dicabut, cinta manusia bisa berubah.   Namun, Tuhan tidak berubah. Dia tetap setia, bahkan saat kita tidak setia. Dalam relasi dengan-Nya, ada kekekalan. Dia tidak pernah meninggalkan kita, bahkan ketika kita tergoda oleh kuasa daging. Justru saat kita kembali, Dia menyambut kita dengan kasih yang tidak bersyarat.   Tuhan: Sumber Kekuatan yang Setia dan Abadi 2 Tesalikika 3:3 – “Tetapi Tuhan adalah setia. Ia akan menguatkan hatimu dan memelihara kamu terhadap yang jahat.”   Dalam badai kehidupan, kita sering merasa goyah, lelah, dan takut. Namun di tengah kekacauan itu, ada satu Pribadi yang tidak pernah berubah: Tuhan kita yang setia. Ia adalah jangkar jiwa, tempat kita bersandar ketika ombak menerpa. Ia adalah kekuatan saat kita merasa paling lemah.   Tuhan tidak hanya menolong, Dia memelihara. Dia tidak hanya hadir di saat senang tetapi juga Dia setia di saat gelap sekali. Ketika dunia mengecewakan dan manusia gagal menepati janji, Tuhan tetap menguatkan dan memberi harapan. Ia tidak membiarkan kita dicobai melampaui kekuatan kita (1 Korintus 10:13). Bahkan, ketika hati kita lemah dan iman kita nyaris padam, Dia tetap bekerja dalam diam untuk membangkitkan kita kembali.   Jangan biarkan kuasa daging menguasai hidup kita. Hiduplah oleh Roh, karena di situlah kita menemukan kekuatan sejati dan damai yang tidak bisa diberikan dunia. Dalam kesetiaan Tuhan, kita menemukan bahwa hidup tidak pernah sia-sia bila dijalani bersama-Nya.   BSD, Mei 2025

Tanpa Tuhan: Hidup FullBar, Jiwa LowBat Read More »

Dewasa Lewat Musim yang Sulit

“Kita tahu sekarang, bahwa Allah turut bekerja dalam segala sesuatu” (Roma 8:28)   Jalan Hidup Tidak Selalu Lurus Kisah Yusuf, anak Yakub dan Rahel, bukanlah kisah hidup yang mudah. Ia adalah anak kesayangan, dilahirkan dari istri yang paling dikasihi Yakub. Namun, justru karena kasih istimewa itu, Yusuf menjadi sasaran kecemburuan dan kebencian saudara-saudaranya sendiri. Dia dijual sebagai budak ke Mesir — sebuah pengalaman yang traumatis dan seolah menunjukkan kegagalan dari perlindungan ilahi.   Apakah Tuhan diam saja selama Yusuf menjalani kehidupannya? Apakah tidak ada yang Tuhan lakukan melihat anaknya yang taat menderita?   Tentu Tuhan tidak diam saja! Itulah awal dari musim yang akan mendewasakannya.   Di rumah Potifar, Yusuf menunjukkan integritasnya, tetapi justru difitnah dan dilemparkan ke penjara. Tidak mudah memahami mengapa orang yang berpegang pada iman justru menderita. Namun, Tuhan tidak pernah meninggalkan Yusuf. Di balik jeruji besi, Yusuf tetap setia, dan dari situlah, pintu ke panggung besar Mesir terbuka. Ia menafsirkan mimpi Firaun, dan dalam waktu singkat, Yusuf naik menjadi orang kedua di kerajaan.   Musim gelap itu ternyata adalah bagian dari proses pemurnian dan promosi.   Tetap Percaya Saat Segala Sesuatu Tidak Masuk Akal 1 Yohanes 3:20 – “Sebab jikalau hati kita menyalahkan kita, Allah lebih besar dari pada hati kita dan Ia tahu segala sesuatu.”   Ada masa di mana logika tidak bisa menjelaskan mengapa hal buruk terjadi pada orang baik. Ketika orang yang jujur diperlakukan tidak adil. Ketika yang bekerja keras tetap ditolak. Ketika yang berdoa justru diuji makin berat. Di saat seperti itu, hati kita mulai bertanya: “Apakah Tuhan lupa? Apakah saya kurang layak? Apakah ini semua sia-sia?”   Ketika kita berada di titik terendah—ditolak, gagal, difitnah, dikhianati—godaan untuk menyerah dan menyalahkan Tuhan sangat besar. Bahkan kita sering kali mengutuk keadaan atau menghukum diri sendiri. Tapi iman sejati diuji bukan saat kita di atas, melainkan juga saat kita berada di bawah.   Yusuf mungkin pernah bergumul demikian. Dia dikhianati oleh saudara, difitnah oleh istri Potifar, dilupakan oleh juru minuman yang sudah ia tolong. Ia berada jauh dari rumah, dari kasih ayahnya, dari rasa aman. Tapi di tengah tekanan itu, Yusuf tidak membiarkan hatinya mematikan pengharapannya. Ia tetap membuka diri untuk melayani, tetap setia menjalankan tugasnya, dan tetap percaya bahwa Allah belum selesai.   Jika Yusuf memilih untuk membiarkan kekecewaannya menguasai, kisah hidupnya mungkin tidak akan tercatat seperti sekarang. Tetapi karena ia tetap percaya bahkan ketika segalanya tidak masuk akal, Tuhan mengangkatnya di waktu yang tepat. Dalam kegelapan penjara, ia tetap menjadi terang. Dan Tuhan memakai ketaatan itu untuk membukakan pintu yang tidak bisa dibuka manusia.   Masa Lalu Bukan Tempat Tinggal Yesaya 43:18 – Nabi Yesaya menubuatkan, “Janganlah ingat-ingat hal-hal yang dahulu, dan janganlah perhatikan hal-hal yang dari zaman purbakala!”   Luka masa lalu bisa menjadi rantai yang mengikat, jika kita tidak melepaskannya. Masa lalu memang membentuk kita, tapi tidak seharusnya mengendalikan kita. Yusuf punya banyak alasan untuk pahit: saudara-saudara kandungnya sendiri menjual dia seperti barang dagangan. Ia dilupakan orang yang pernah ia tolong, dan diperlakukan seolah-olah tidak ada nilainya. Tapi Yusuf tidak mengizinkan masa lalu itu menentukan masa depannya.   Saat Yusuf akhirnya berkuasa di Mesir dan melihat wajah saudara-saudaranya kembali dalam kondisi tertekan, ia punya kuasa untuk membalas. Tapi yang ia pilih adalah kasih dan pengampunan. Ia menangis, bukan karena lemah, tetapi karena kasih Tuhan sudah begitu besar mengalahkan luka-luka lama dalam hatinya.   Filipi 3:13B – “aku melupakan apa yang telah di belakangku dan mengarahkan diri kepada apa yang di hadapanku,”   Mengampuni bukan berarti melupakan apa yang terjadi. Tapi itu adalah keputusan untuk tidak lagi terikat oleh luka itu. Kedewasaan sejati lahir ketika kita bisa berkata, “Aku tidak lagi hidup dari rasa sakitku, tapi dari kasih karunia Tuhan yang menebus semua itu.” Kedewasaan rohani justru tampak saat kita bisa melihat masa lalu dengan kasih dan berkata: “Tuhan memakainya untuk mendatangkan kebaikan.”   Percayalah, Tuhan Tidak Pernah Diam Roma 8:28 – “Kita tahu sekarang, bahwa Allah turut bekerja dalam segala sesuatu untuk mendatangkan kebaikan bagi mereka yang mengasihi Dia, yaitu bagi mereka yang terpanggil sesuai dengan rencana Allah.”   Tuhan tidak pernah tertidur. Ia tidak pernah lengah. Bahkan ketika hidup kita tampak kacau, bahkan ketika doa kita belum terjawab dan tidak ada satu juga yang masuk akal—Tuhan sedang bekerja, merancang sesuatu yang lebih besar dari yang bisa kita bayangkan. Terkadang, justru dalam kesunyian dan ketidakpastian itulah Ia sedang membentuk inti terdalam dari iman kita.   Kita ingin solusi cepat, tetapi Tuhan sedang membentuk karakter. Kita ingin pintu dibuka sekarang, tapi Tuhan sedang menguatkan kaki kita agar siap ketika pintu itu akhirnya terbuka. Seperti benih yang terkubur dalam gelapnya tanah sebelum akhirnya bertunas, demikian juga kita—masa diam bukan berarti masa sia-sia.   2 Korintus 5:17 – Jadi siapa yang ada di dalam Kristus, ia adalah ciptaan baru: yang lama sudah berlalu, sesungguhnya yang baru sudah datang.   Setiap musim hidup, termasuk musim pahit, adalah alat Tuhan membentuk kita. Tidak ada penderitaan yang sia-sia jika kita menyerahkannya kepada tangan-Nya. Bahkan saat kita tidak mengerti apa yang sedang Tuhan lakukan, percayalah bahwa Ia sedang menenun cerita indah yang akan kita lihat di waktu-Nya.   Jadi, jangan menyerah. Jangan berhenti percaya. Musim ini bukan akhir—ini adalah awal dari pertumbuhan yang luar biasa.   BSD, Mei 2025

Dewasa Lewat Musim yang Sulit Read More »

Hidup Ini: Sebuah Kesempatan, Bukan Kebetulan

“Apapun juga yang kamu perbuat, perbuatlah dengan segenap hatimu seperti untuk Tuhan dan bukan untuk manusia.” (Kolose 3:23)   Setiap detik yang kita jalani bukanlah sesuatu yang terjadi tanpa tujuan. Tuhan menciptakan kita bukan untuk sekadar hidup, bekerja, dan tidur tetapi untuk suatu maksud ilahi yang lebih besar. Lagu “Hidup Ini Adalah Kesempatan” mengingatkan kita bahwa setiap hari yang kita lewati adalah waktu yang diberikan langsung oleh Tuhan untuk kita isi dengan makna.   Pdt. Wilhelmus Latumahina menciptakan lagu ini dalam suasana kehilangan. Anak sulungnya dipanggil pulang ke rumah Bapa karena kecelakaan, namun dari kepedihan itu lahir sebuah karya yang memberi penghiburan dan arah bagi banyak orang. Ia menyadari bahwa hidup terlalu singkat untuk dipakai bagi hal yang sia-sia. Dari kehilangan, ia melihat bahwa waktu yang kita miliki adalah karunia yang seharusnya digunakan untuk sesuatu yang kekal.   Gunakan Waktu dengan Bijaksana Sebelum Ia Berlalu Efesus 5:15-16 – “Karena itu, perhatikanlah dengan saksama, bagaimana kamu hidup, janganlah seperti orang bebal, tetapi seperti orang arif, dan pergunakanlah waktu yang ada, karena hari-hari ini adalah jahat.”   Ayat ini mengajak kita untuk tidak hidup sembarangan. Waktu yang kita miliki tidak akan pernah kembali. Dalam dunia yang penuh dengan kesibukan dan hiruk-pikuk, mudah bagi kita untuk melupakan bahwa setiap hari membawa kesempatan untuk melakukan sesuatu yang bermakna bagi Tuhan dan sesama. Waktu yang tidak dipakai dengan bijak, pada akhirnya akan meninggalkan penyesalan.   Paus Fransiskus memberi kita contoh tentang bagaimana menggunakan waktu untuk hal-hal yang bernilai kekal. Ia tidak memilih kenyamanan atau kemewahan, tetapi menghabiskan waktunya untuk hadir bagi kaum tertindas, menabur kasih, dan menyerukan damai. Bahkan dalam hari-hari terakhirnya, pesan yang ia bawa tetap penuh kasih, pengharapan, dan semangat untuk membangun dunia yang lebih baik.   Kita semua memiliki jatah waktu yang berbeda, tetapi kita punya satu kesempatan yang sama: menggunakan hidup untuk memuliakan Tuhan. Tidak ada jaminan tentang hari esok, namun kita masih memiliki hari ini. Mari kita isi dengan kasih, pelayanan, dan perbuatan baik yang berakar dalam iman.   Hidup Ini Seperti Uap – Sementara dan Tak Terduga Yakobus 4:14B – ““… Hidupmu itu sama seperti uap yang sebentar saja kelihatan lalu lenyap.”   Bayangkan sebuah uap air yang muncul sesaat lalu hilang. Begitulah gambaran Alkitab tentang hidup manusia. Tak ada yang tahu kapan waktunya habis. Hidup begitu rapuh, dan karena itu begitu berharga. Justru karena singkatnya, setiap momen dalam hidup kita menjadi berarti. Kita tidak bisa menunggu untuk menjadi sempurna atau siap. Waktu tidak pernah menunggu.   Lagu “Hidup Ini Adalah Kesempatan” lahir dari realitas ini. Ketika Pdt. Wilhelmus kehilangan anaknya secara mendadak, ia menyadari bahwa kesempatan untuk mengasihi, untuk hadir, dan untuk berbuat baik tidak selalu datang dua kali. Maka, ia menuliskan pesan abadi itu dalam lirik lagu bahwa selama kita masih hidup, mari kita pakai kesempatan itu sebaik mungkin.   Berhentilah menunda kebaikan. Tunda pelayanan, tunda pengampunan, tunda ketaatan, semuanya adalah kesalahan besar jika waktu kita sudah tidak lagi ada. Tuhan memberi kita hidup hari ini. Itu berarti hari ini adalah waktu terbaik untuk bertindak. Jangan tunggu nanti.   Sudahkah Hidup Kita Menjadi Berkat Bagi Sekitar? Galatia 6:9 – “Janganlah kita jemu-jemu berbuat baik, karena apabila sudah datang waktunya, kita akan menuai, jika kita tidak menjadi lemah.”   Mari kita tanya pada diri kita sendiri, “Sudahkah kita menggunakan hidup ini untuk mengasihi, melayani, dan memuliakan Tuhan?”   Setiap orang percaya dipanggil untuk menjadi terang dan garam bagi dunia. Kita bukan hanya dipanggil untuk hidup baik, tetapi untuk menjadi berkat. Itu artinya, hidup kita harus berdampak bagi orang-orang di sekitar kita. Apakah tetangga, teman kerja, atau orang asing—semuanya adalah ladang kasih yang Tuhan percayakan kepada kita.   Rasul Paulus menasihati jemaat untuk tidak jemu-jemu berbuat baik. Dalam konteks modern, ini adalah panggilan untuk konsisten dalam pelayanan dan kasih. Dunia mungkin tidak selalu membalas kebaikan kita, tapi Tuhan mencatat semuanya. Ada masa menuai yang akan datang—baik di dunia ini maupun di kekekalan.   Amsal 3:27 – “Janganlah menahan kebaikan dari orang yang berhak menerimanya, padahal engkau mampu melakukannya.” Mari kita juga ingat pesan dari Amsal: kalau kita mampu berbuat baik, lakukanlah. Jangan menunda. Jangan menunggu momen yang “tepat”. Momen terbaik adalah sekarang. Kesempatan terbaik adalah hari ini. Selagi kita mampu, mari jadi berkat.   Hari Ini Adalah Hadiah, Gunakanlah untuk Tuhan Hidup adalah kesempatan yang diberikan Tuhan, bukan untuk disimpan, tapi untuk digunakan. Jangan menanti hari yang sempurna untuk mulai melayani, karena justru dalam keterbatasan dan ketidaksempurnaanlah Tuhan sering kali bekerja. Saat kita membuka diri dan berkata, “Tuhan, pakailah hidupku,” maka Tuhan akan memakai kita melebihi apa yang kita bayangkan.   Kita tidak pernah tahu berapa lama kita diberi waktu di dunia ini. Tapi kita tahu, selama masih ada napas, berarti masih ada tugas. Masih ada orang yang bisa kita tolong, kata yang bisa menguatkan, doa yang bisa dinaikkan. Jangan biarkan hidup berlalu begitu saja.   Mari kita hidup dalam kesadaran penuh bahwa hari ini adalah kesempatan untuk mengasihi, melayani, dan memuliakan Tuhan. Seperti lirik lagu yang begitu menggetarkan: “Tuhan, pakailah hidupku, selagi aku masih kuat.” Ya Tuhan, pakailah hidup kami, dan biarlah hidup ini sungguh menjadi berkat.   BSD, April 2025

Hidup Ini: Sebuah Kesempatan, Bukan Kebetulan Read More »

Apakah Kita Berdiam Diri Saja?

“Tuhanlah yang empunya bumi serta segala isinya, dan dunia serta yang diam di dalamnya.” (Mazmur 24:1)   Ciptaan yang Agung dan Teratur Kitab Kejadian pasal 1 memperlihatkan kepada kita sebuah rangkaian penciptaan yang luar biasa. Tuhan tidak menciptakan dunia ini secara acak atau sembarangan, tetapi dengan urutan dan keharmonisan yang menakjubkan. Dari terang yang pertama hingga manusia sebagai mahkota ciptaan, setiap elemen diciptakan dengan tujuan dan fungsi yang spesifik. Ini menunjukkan bahwa Tuhan adalah Allah yang penuh perencanaan dan keteraturan.   Misalnya, pada Hari Pertama Tuhan menciptakan terang. Hari Kedua, Ia memisahkan air dengan cakrawala. Hari Ketiga, Ia memisahkan daratan dari lautan dan menciptakan tumbuhan. Hari Keempat, matahari, bulan, dan bintang mulai berfungsi. Hari Kelima dan Keenam dipenuhi dengan ciptaan makhluk hidup, termasuk manusia. Setiap hari membangun fondasi bagi hari berikutnya, menciptakan sebuah dunia yang saling mendukung dan seimbang.   Dari semua ini kita belajar bahwa dunia bukan hasil kebetulan, tetapi karya agung dari Sang Pencipta. Tuhan merancang bumi dengan penuh kasih dan perhatian. Sebagai manusia yang hidup di dalam ciptaan ini, kita seharusnya menyadari betapa berharganya bumi dan seluruh isinya. Ini adalah anugerah yang luar biasa, bukan sesuatu yang boleh diabaikan atau dirusak.   Manusia: Dipercaya Menjaga bukan Merusak Sejak awal, manusia telah diberi mandat oleh Tuhan untuk mengusahakan dan memelihara ciptaan-Nya. Kejadian 2:15 menegaskan bahwa manusia tidak ditempatkan di Taman Eden hanya untuk menikmati hasilnya, tetapi juga untuk merawat dan menjaganya. Ini bukan hanya perintah, tetapi juga bentuk kepercayaan yang luar biasa dari Tuhan kepada manusia.   Tuhan telah menyediakan segalanya bagi manusia. Matahari untuk terang, air untuk kehidupan, tumbuhan untuk makanan, dan hewan untuk membantu serta melengkapi kehidupan manusia. Semua ini diciptakan terlebih dahulu sebelum manusia hadir. Tuhan memperhatikan setiap kebutuhan umat-Nya dan menciptakan lingkungan yang sempurna agar manusia dapat hidup dengan sejahtera.   Namun, seringkali kita melupakan tanggung jawab ini. Kita cenderung menikmati ciptaan Tuhan tanpa merasa perlu menjaganya. Padahal, kita adalah penatalayan, bukan pemilik. Segala sesuatu yang ada di bumi ini adalah milik Tuhan. Ketika kita merusaknya, kita tidak hanya merusak alam, tetapi juga melukai hati Sang Pencipta.   Ciptaan Mengeluh Karena Ulah Manusia Roma 8:22 berkata bahwa segala makhluk mengeluh dan merasa sakit bersalin hingga sekarang. Ayat ini menggambarkan kondisi ciptaan Tuhan yang mengalami penderitaan karena dosa dan kerusakan yang dilakukan oleh manusia. Alam merintih, udara tercemar, laut penuh sampah, dan hewan-hewan kehilangan habitatnya. Semua ini terjadi bukan karena alam gagal, tetapi karena manusia tidak setia menjaga tanggung jawabnya.   Polusi udara menyebabkan penyakit pernapasan. Sampah plastik di laut masuk ke dalam tubuh ikan yang kemudian kita konsumsi. Hutan ditebang sembarangan, menyebabkan tanah longsor dan banjir. Suhu bumi meningkat drastis, menyebabkan perubahan iklim yang merusak ekosistem. Semua ini adalah bukti bahwa ciptaan Tuhan sedang menderita.   Jika kita terus mengabaikan tanda-tanda ini, maka penderitaan ciptaan akan semakin parah, dan manusia juga akan turut merasakan akibatnya. Kita tidak bisa terus hidup seolah-olah bumi ini tidak terbatas. Ada batasnya. Dan batas itu sudah mulai terlihat. Saatnya kita mendengarkan keluhan alam dan bertindak untuk memulihkannya.   Tuhan Mengingatkan: Kita Hanya Pendatang Imamat 25:23-24 mengatakan, “Tanah jangan dijual mutlak, karena Akulah pemilik negeri itu dan kamu adalah pendatang dan penduduk sementara di hadapan-Ku.”   Ayat tersebut menjadi pengingat penting bahwa kita bukanlah pemilik bumi ini. Tuhanlah pemilik sejatinya, dan kita hanyalah pendatang dan penatalayan yang ditugaskan menjaga bumi ini selama kita hidup di dalamnya. Ini bukan hanya konsep rohani, tetapi panggilan etis dan praktis yang harus diterapkan dalam kehidupan sehari-hari.   Seringkali manusia bersikap seolah-olah bumi ini milik pribadi. Eksploitasi sumber daya alam dilakukan secara besar-besaran demi keuntungan sesaat. Tanpa mempertimbangkan dampaknya terhadap masa depan dan generasi penerus. Padahal, tugas kita bukan hanya menjaga untuk diri sendiri, tetapi juga untuk anak dan cucu kita kelak.   Tuhan ingin kita hidup dengan penuh tanggung jawab atas ciptaan-Nya. Bumi ini adalah titipan yang harus dirawat, bukan warisan yang bisa kita rusak sesuka hati. Jika kita mengaku sebagai anak-anak Tuhan, maka kita juga harus mencerminkan kasih dan kepedulian-Nya terhadap bumi ini.   Pertanyaannya: Apakah Kita Terus akan Berdiam Diri? Sekarang, pilihan ada di tangan kita. Apakah kita akan terus diam, melihat kerusakan terjadi di depan mata kita tanpa melakukan apa-apa? Ataukah kita akan bangkit dan mulai mengambil tindakan nyata untuk menjaga bumi yang telah Tuhan percayakan kepada kita?   Perubahan tidak selalu harus dimulai dari hal besar. Mulailah dari yang kecil: memilah sampah, menanam pohon, mengurangi penggunaan plastik sekali pakai, mendukung produk ramah lingkungan, dan menyuarakan kepedulian terhadap alam. Setiap langkah kecil berarti ketika dilakukan dengan kesungguhan.   Ingatlah, bumi ini bukan hanya tempat tinggal kita sekarang, tetapi juga warisan bagi generasi mendatang. Jangan biarkan mereka mewarisi kehancuran. Mari kita bertobat, berubah, dan menjadi bagian dari pemulihan bumi ini. Karena pertanyaannya tetap sama: Apakah kita akan berdiam diri saja?   BSD, April 2025

Apakah Kita Berdiam Diri Saja? Read More »

Iman yang Bertahan di Tengah Derita

“”Pergilah, imanmu telah menyelamatkan engkau!”” (Markus 10:52B)   Dalam banyak mukjizat Yesus di Alkitab, ada satu pola yang menonjol: iman yang kuat membawa kesembuhan dan pemulihan. Saat Yesus menyembuhkan perempuan yang pendarahan selama 12 tahun (Matius 9:20-22), Bartimeus si buta (Markus 10:46-52), sepuluh orang kusta (Lukas 17:11-19), dan anak perempuan dari seorang ibu Kanaan (Matius 15:21-28), Yesus selalu menegaskan: “Imanmu telah menyelamatkan engkau.”   Bahkan kepada seorang perwira di Kapernaum (Matius 8:5-13), yang percaya tanpa harus melihat Yesus secara langsung, Yesus berkata, “Jadilah kepadamu seperti yang kaupercaya.” (Matius 8:13b)   Dalam setiap kisah itu, iman adalah kunci pemulihan. Bukan kekuatan pribadi, bukan juga pengalaman rohani yang luar biasa, melainkan kepercayaan penuh kepada kuasa dan belas kasih Tuhan.   Ketika Tuhan Mengizinkan Penderitaan Amsal 18:14 – “Orang yang bersemangat dapat menanggung penderitaannya, tetapi siapa akan memulihkan semangat yang patah?”   Namun bagaimana bila kesembuhan tidak langsung datang? Bagaimana bila penderitaan justru dibiarkan terjadi dalam hidup orang benar? Inilah yang terjadi pada Ayub — seorang yang saleh, jujur, takut akan Allah, dan menjauhi kejahatan (Ayub 1:1).   Tuhan sendiri bersaksi bahwa Ayub adalah orang benar. Namun dalam suatu momen yang misterius, Tuhan mengizinkan Iblis mencobai Ayub, meski dengan batasan (Ayub 1:9-12). Semua harta Ayub lenyap, anak-anaknya mati, tubuhnya dipenuhi penyakit yang menyakitkan (Ayub 2:7), dan istrinya pun menyuruhnya mengutuki Tuhan. Tapi Ayub tetap bertahan.   “Pada waktu malam tulang-tulangku seperti digerogoti, dan rasa nyeri yang menusuk tak henti-henti mencengkeram aku.” (Ayub 30:17). Ayub mengalami penderitaan fisik yang hebat. Namun bukan hanya tubuhnya yang terluka, jiwanya juga hancur.   “Dan sekarang jiwaku hancur dalam diriku, hari-hari kesengsaraan mencekam aku.” (Ayub 30:16). Ia merasa hidupnya tidak berarti. Ia kehilangan pengharapan, kehormatan, bahkan teman-temannya yang awalnya datang menghibur justru menuduhnya bersalah.   Iman Sejati Diuji Dalam Penderitaan Ayub 1:9 –”Apakah dengan tidak mendapat apa-apa Ayub takut akan Allah?”   Pertanyaan Iblis ini menjadi inti dari ujian Ayub, apakah orang tetap setia kepada Tuhan saat semua berkat-Nya dicabut? Dan kisah Ayub membuktikan: ya, orang yang sungguh-sungguh percaya tetap akan bertahan.   Ayub memang bergumul. Ia mengeluh, menangis, bahkan meminta nyawanya diambil (Ayub 6:8-9). Tapi yang luar biasa: Ayub tidak memutuskan hubungannya dengan Tuhan. Ia tetap berbicara kepada Tuhan. Ia tetap berharap. Dan itulah bentuk iman sejati — iman yang tidak hanya kuat saat diberkati, tapi tetap hidup saat diuji.   Pemulihan yang Tuhan Sediakan Yakobus 5:11 – “Kamu telah mendengar tentang ketekunan Ayub dan kamu telah tahu apa yang pada akhirnya disediakan Tuhan baginya, karena Tuhan maha penyayang dan penuh belas kasihan.”   Pada akhirnya, Tuhan bukan hanya memulihkan Ayub, tapi memberkatinya dua kali lipat dari sebelumnya (Ayub 42:10). Ia sembuh total, mendapat kembali anak-anak, harta, dan kehormatan. Namun pemulihan terbesar bukanlah materi melainkan perjumpaan pribadi Ayub dengan Tuhan.   “Hanya dari kata orang saja aku mendengar tentang Engkau, tetapi sekarang mataku sendiri memandang Engkau.” (Ayub 42:5). Di tengah penderitaan, Ayub bertemu dengan Allah. Ia tidak hanya mendengar tentang-Nya, tapi mengenal-Nya secara langsung. Dan inilah tujuan tertinggi dari setiap penderitaan: membawa kita lebih dekat kepada Tuhan.   Ketika Iman Menjadi Jalan Perjumpaan Habakuk 2:4B – “Orang yang benar akan hidup oleh percayanya.”   Kisah Ayub bukan sekadar cerita orang yang menderita lalu dipulihkan. Ini adalah kisah tentang iman yang diuji dan dimurnikan, tentang manusia yang tetap percaya meski tidak mengerti, dan tentang Allah yang setia menemani di dalam badai.   Hari ini, kita pun bisa mengalami penderitaan. Fisik kita bisa lemah, jiwa kita bisa hancur, dan kita merasa sendiri. Tapi seperti Ayub, kita bisa datang kepada Tuhan, bukan dengan kemarahan, tapi dengan hati yang terbuka. Kita boleh bertanya, kita boleh menangis — tetapi jangan lepaskan imanmu.   Tuhan tidak pernah tinggal diam. Ia hadir, menyertai, dan pada waktunya — memulihkan dengan cara yang lebih dalam daripada yang bisa kita bayangkan. Karena pada akhirnya, bukan hanya kesembuhan fisik yang kita cari, tapi perjumpaan yang mengubah hidup selamanya.   BSD, April 2025

Iman yang Bertahan di Tengah Derita Read More »

Kita Sudah Menang!

“”Akulah jalan kebenaran dan hidup.” (Yohanes 14:6b)   Menghadapi Perang Spiritual dalam Hidup Kita Setiap manusia menghadapi peperangan dalam hidupnya. Seperti dalam permainan petak umpet, seseorang yang bertugas mencari teman-temannya harus berusaha keras untuk menemukan mereka. Atau dalam kisah-kisah Disney seperti Cinderella dan Snow White, mereka mengalami berbagai kesulitan sebelum akhirnya menemukan kebahagiaan. Demikian juga dalam kehidupan nyata, ketika pandemi COVID-19 melanda dunia, ada banyak ketakutan yang muncul, tetapi harapan tetap ada karena vaksin ditemukan dan angka kematian berkurang.   Ilustrasi-ilustrasi ini menggambarkan bahwa dalam setiap pergumulan, selalu ada harapan. Peperangan yang dihadapi tidak membuat orang menyerah, tetapi justru semakin kuat dalam berjuang. Mereka yang memiliki keyakinan dan keberanian untuk melangkah akhirnya akan melihat kemenangan di depan mata. Inilah yang juga seharusnya terjadi dalam kehidupan orang Kristen: tidak menyerah dalam peperangan iman, tetapi terus maju dengan percaya pada kemenangan yang telah dijanjikan.   Sebagai orang Kristen, kita menghadapi peperangan spiritual setiap hari. Namun, yang membedakan kita dari dunia adalah keyakinan bahwa kemenangan itu sudah dijamin. Kita tidak perlu takut atau khawatir karena Yesus telah menang atas dunia ini. Tuhan sudah memberikan segala perlengkapan yang kita butu hkan untuk menghadapi tantangan, sehingga kita bisa berdiri teguh dalam iman dan terus melangkah dalam kemenangan yang telah diberikan oleh-Nya.   Kematian Yesus di Kayu Salib: Pengorbanan Terbesar Yesus Kristus datang ke dunia bukan hanya untuk mengajarkan kebaikan, tetapi juga untuk memberikan diri-Nya sebagai korban bagi dosa manusia. Sejak kejatuhan manusia di dalam dosa, hubungan antara manusia dan Allah terputus. Tidak ada manusia yang bisa menyelamatkan dirinya sendiri dari hukuman dosa. Oleh karena itu, Yesus—yang tidak berdosa—harus mati menggantikan kita agar kita bisa kembali dipersatukan dengan Allah.   Kematian Yesus di kayu salib adalah puncak dari kasih Allah kepada manusia. Melalui pengorbanan-Nya, semua dosa manusia ditebus dan setiap orang yang percaya kepada-Nya menerima hidup yang kekal. Pengorbanan ini bukan hanya sekadar penderitaan fisik, tetapi juga penderitaan rohani yang sangat besar. Yesus menanggung murka Allah yang seharusnya ditimpakan kepada manusia, dan melalui penderitaan-Nya, kita memperoleh keselamatan.   Namun, kisah Yesus tidak berakhir di kayu salib. Pada hari ketiga, Ia bangkit dari kematian, mengalahkan dosa dan maut. Kebangkitan-Nya membuktikan bahwa kemenangan sejati ada di dalam Dia. Kematian-Nya membawa pengampunan, tetapi kebangkitan-Nya membawa harapan. Oleh karena itu, orang Kristen tidak lagi hidup dalam ketakutan atau kebimbangan, karena kita tahu bahwa kemenangan itu sudah nyata dan telah diberikan kepada kita.   Percaya Pada Kemenangan yang Sudah Diberikan Meskipun Yesus telah memenangkan peperangan atas dosa dan maut, banyak orang Kristen masih hidup dalam ketakutan dan keraguan. Mereka merasa tidak layak, tidak cukup kuat, atau merasa bahwa hidup mereka tidak mencerminkan kemenangan yang dijanjikan oleh Tuhan. Hal ini sering terjadi karena manusia lebih mengandalkan kekuatan sendiri daripada berserah kepada Tuhan. Kita lupa bahwa kemenangan tidak bergantung pada usaha kita, tetapi pada karya Kristus di kayu salib.   Dalam Efesus 6:10-20, Paulus mengingatkan kita untuk mengenakan “Perlengkapan Rohani” yang telah Tuhan sediakan. Tuhan tidak membiarkan kita berjuang sendiri dalam peperangan iman ini. Dia memberikan kebenaran, keadilan, iman, dan firman-Nya sebagai senjata untuk melawan musuh. Dengan mengenakan perlengkapan ini, kita tidak akan mudah dikalahkan oleh tipu daya dunia atau kelemahan kita sendiri. Sebaliknya, kita akan berdiri teguh dalam iman dan terus maju dalam kemenangan.   Karena itu, marilah kita hidup dalam keyakinan bahwa kita sudah menang. Jangan lagi takut terhadap tantangan hidup, karena Yesus telah membuktikan bahwa kuasa-Nya lebih besar dari segala sesuatu. Ia telah mati bagi kita, bangkit bagi kita, dan kini memerintah sebagai Raja atas segala raja. Kepada-Nya kita berserah, percaya, dan berjalan dengan penuh keyakinan bahwa kemenangan telah menjadi milik kita!   BSD, April 2025

Kita Sudah Menang! Read More »

Tuhan Hadir: Harapan di Tengah Luka

“Karena Allah telah berfirman, “Aku sekali-kali tidak akan membiarkan engkau dan Aku sekali-kali tidak akan meninggalkan engkau.”” (Ibrani 13:5B)   Ketika hidup terasa berat dan segala sesuatu tampak tak pasti, ingatlah bahwa ada satu janji yang tidak pernah gagal: Tuhan menyertai kita. Dia tidak menjanjikan hidup tanpa air mata, tetapi Dia berjanji untuk tidak pernah meninggalkan kita walau sehelai rambut pun terjatuh.   Menjaga pikiran tetap positif bukan berarti menyangkal kenyataan hidup, tetapi memilih untuk percaya bahwa Tuhan sedang bekerja, bahkan dalam senyap. Dalam segala keadaan, Dia hadir — dan hadirat-Nya cukup untuk meneguhkan hati kita.   Dia Mengetahui Semuanya Mazmur 139:1-2 – “Tuhan, Engkau menyelidiki dan mengenal aku; Engkau mengetahui, kalau aku duduk atau berdiri, Engkau mengerti pikiranku dari jauh.”   Sering kali kita bertanya dalam hati, “Kapan Tuhan menolong?” atau “Apakah Dia mendengar aku?” Kita ragu karena jawaban belum datang, dan hati mulai tenggelam dalam kecewa. Tidak jarang juga, kita marah karena kita merasa Tangan-Nya tidak bekerja. Kita merasa ditinggalkan dan tidak melihat kehadiran Dia.   Tapi jangan salah, Tuhan tahu segalanya. Bahkan sebelum kata keluar dari mulut kita, Dia sudah memahaminya. Tuhan tidak hanya tahu jalan hidup kita, Dia turut merasakan setiap beban yang kita pikul. Dia mengenal tangis di malam hari, tekanan dalam diam, dan pertanyaan-pertanyaan yang menggantung di hati. Tuhan hadir, dan tidak satu pun penderitaanmu luput dari perhatian-Nya.   Janji-Nya Tak Terbakar Api Cobaan Yesaya 43:28 – “Apabila engkau menyeberang melalui air, Aku akan menyertai engkau, atau melalui sungai-sungai, engkau tidak akan dihanyutkan; apabila engkau berjalan melalui api, engkau tidak akan dihanguskan, dan nyala api tidak akan membakar engkau.”   Janji Tuhan bukan janji kosong. Ia hadir bukan hanya saat kita tersenyum, tapi terutama saat kita menangis. Dia terus bekerja untuk kehidupan kita walaupun kita hanya merasa kesunyian. Di tengah rasa kecewa, Tuhan meneguhkan. Di saat takut, Tuhan memeluk. Di balik semua luka, Tuhan sedang menyembuhkan perlahan — mungkin tidak langsung, tetapi selalu tepat waktu.   Ingat, Tuhan bukan hanya menyembuhkan luka, Dia juga menata ulang hati yang hancur. Saat kita merasa segalanya berantakan, ketika harapan pupus, impian runtuh, dan hati tak lagi punya tenaga untuk berharap,  justru di situlah Tuhan mulai bekerja dengan cara yang paling lembut dan luar biasa. Ia tidak sekadar menutup luka dengan perban waktu, tapi memulihkan kita dari dalam, menyentuh titik terdalam jiwa kita, dan menghidupkan kembali bagian-bagian hati yang selama ini mungkin kita kubur karena terlalu sakit untuk diingat.   Apa yang tampak seperti kehancuran hari ini bisa jadi adalah fondasi bagi rencana besar yang belum kita mengerti saat ini, tetapi akan sangat masuk akal ketika kita melihat ke belakang suatu hari nanti. Tuhan bukan Allah yang tergesa-gesa. Ia membentuk segala sesuatu tepat pada waktunya, dan dalam proses itu, Ia sedang menyusun setiap kepingan hidupmu seperti sebuah puzzle agung. Satu demi satu ditata-Nya sampai semuanya menyatu dalam gambar yang indah dan sempurna.   Yeremia 29:11 berkata bahwa rancangan Tuhan adalah rancangan damai sejahtera, bukan kecelakaan. Itu berarti, bahkan dalam kekacauan yang tidak kamu mengerti, ada tangan yang penuh kasih yang sedang menata arah hidupmu. Mungkin hari ini kamu hanya melihat kepingan yang tidak berarti, rasa sakit, kehilangan, kekecewaan. Namun, Tuhan sedang menganyamnya menjadi kisah yang kelak akan kamu syukuri.   Bersyukurlah di Tengah Badai Yakobus 1:2-3 – “Saudara-saudaraku, anggaplah sebagai suatu kebahagiaan, apabila kamu jatuh ke dalam berbagai-bagai pencobaan, sebab kamu tahu, bahwa ujian terhadap imanmu itu menghasilkan ketekunan..”   Bersyukur di masa sulit memang bukan hal yang mudah — bahkan terdengar mustahil. Namun justru di sanalah letak kekuatan sejati seorang yang percaya. Ketika hati mampu berkata “Terima kasih, Tuhan” meski air mata masih menetes, ketika pujian tetap mengalir walau masalah belum selesai, di situlah kita sedang menunjukkan iman yang dewasa dan tulus. Ucapan syukur bukan hanya tentang situasi yang nyaman, tapi tentang pengakuan bahwa Tuhan tetap baik, bahkan ketika hidup tidak terasa baik.   Saat kita memilih untuk bersyukur, kita sedang memindahkan fokus dari masalah ke Pribadi yang memegang kendali atas segalanya. Bersyukur membantu kita melihat bahwa Tuhan masih bekerja, meski perlahan. Ia hadir dalam napas yang masih kita hirup, dalam kekuatan kecil yang membuat kita tetap bertahan, dalam damai yang kadang datang tiba-tiba di tengah kekacauan.   Jangan hidup di masa lalu. Luka, kegagalan, dan penyesalan itu memang nyata, tapi tidak seharusnya menahan kita di sana selamanya. Masa lalu adalah pelajaran, bukan tempat tinggal. Tuhan sudah menebusnya. Yang perlu kita lakukan adalah menerima pengampunan-Nya dan bergerak maju. Terus-menerus menghidupkan masa lalu hanya akan mengaburkan keindahan hari ini.   Dan jangan khawatir akan masa depan. Kita memang tidak tahu apa yang menanti di depan, tapi kita tahu siapa yang menanti kita di sana — Tuhan. Kekhawatiran tidak pernah menyelesaikan apa pun. Sebaliknya, ia hanya mencuri damai dan melemahkan iman. Tuhan tahu waktu terbaik untuk bertindak, dan Dia tidak pernah terlambat. Kita tidak dipanggil untuk mengendalikan segalanya, tapi untuk percaya.   Hari ini adalah anugerah, hadiah yang Tuhan berikan. Gunakanlah dengan iman dan penuh ucapan syukur. Nikmati momen kecil yang Tuhan selipkan, rasakan hadirat-Nya dalam setiap langkah. Jangan biarkan bayang-bayang masa lalu atau kabut kekhawatiran tentang masa depan merampas sukacita yang tersedia hari ini. Hiduplah sepenuhnya dalam kasih dan pemeliharaan Tuhan.   Tuhan Tidak Pernah Diam Tuhan kita bukan Tuhan yang jauh. Dia dekat, peduli, dan terus bekerja — bahkan saat kita tidak menyadarinya. Jadi, serahkan keresahanmu ke dalam tangan-Nya. Ucapkan syukur meski hati masih gundah. Biarkan damai Tuhan mengalir, menenangkan, dan memulihkan. Dia tahu. Dia mengerti. Dia menyembuhkan. Dan yang paling indah: Dia selalu ada.   BSD, April 2025

Tuhan Hadir: Harapan di Tengah Luka Read More »

Jalinan Intim Dengan Tuhan

“Tetaplah berdoa.” (1 Tesalonika 5:17)   Bayangkan kita memiliki seorang sahabat yang sangat dekat, seseorang yang selalu hadir sebagai tempat curahan hati kita. Bukan hanya dalam suka cita, tetapi juga dalam kesedihan dan ketakutan, kita berbagi setiap aspek kehidupan. Saat kita dihadapkan pada situasi yang sulit, secara naluriah kita mencari nasihat, bantuan, dan dukungan dari sahabat kita, dan tanpa ragu, mereka akan mengulurkan tangan. Demikianlah seharusnya doa menjadi bagi kita—sebuah jalinan komunikasi yang intim dengan Bapa di surga, serupa dengan hubungan erat yang kita nikmati dengan seorang sahabat sejati.   Berdoa: Membangun Kedekatan yang Otentik Yeremia 29:12 – “Dan apabila kamu berseru dan datang untuk berdoa kepada-Ku, maka Aku akan mendengarkan kamu;”   Ketika kita menghubungi seorang sahabat melalui telepon, percakapan kita mengalir bebas. Kita berbagi cerita tentang kegiatan sehari-hari, meluapkan kegembiraan, atau mencari solusi atas masalah yang sedang dihadapi. Terkadang, percakapan itu sesederhana sapaan hangat atau ungkapan apresiasi. Seorang sahabat sejati selalu hadir, siap mendengarkan dengan penuh perhatian setiap kata yang kita ucapkan.   Demikian pula hubungan kita dengan Tuhan melalui doa. Saat kita berdoa, kita sedang berbicara langsung dengan Sang Pencipta. Tidak ada batasan atau kepura-puraan; segala hal dalam hati kita dapat kita sampaikan dengan jujur. Kita mengungkapkan rasa syukur, kebahagiaan, kesedihan, dan ketakutan kita. Melalui setiap percakapan ini, kita membangun kedekatan yang otentik dengan Tuhan. Dan yang sungguh luar biasa adalah bahwa Tuhan tidak hanya mendengar, tetapi Dia juga sangat peduli dengan setiap detail kehidupan kita. Lebih dari itu, Dia dengan sabar menanti kita untuk datang dan menjalin hubungan yang lebih dalam dengan-Nya.   Berdoa: Melampaui Meminta dan Berbagi Hidup dengan Sang Pencipta 1 Tesalonika 5:18 – “Mengucap syukurlah dalam segala hal, sebab itulah yang dikehendaki Allah di dalam Kristus Yesus bagi kamu.”   Berdoa itu bukan meminta atau kita mempertanyakan Tuhan “Kapan?”, “Mengapa?”, “Bagaimana?” dan lainnya. Saat kita melipat tangan, itu adalah waktu untuk mengucap syukur atas apa yang sudah kita alami, apa yang kita punya, apa yang kita dapat. Memang, ketika hidup sedang berat, kita sulit untuk mengucap syukur. Tetapi, kita tidak punya kemampuan untuk mengatur jalan hidup kita. Tuhan sudah mengatur semua dengan sempurna.   Berdoa bukanlah semata-mata tentang menyampaikan daftar permintaan kepada Tuhan. Sama seperti dalam persahabatan sejati, inti dari komunikasi bukanlah hanya tentang meminta bantuan. Kita tidak hanya menghubungi sahabat saat membutuhkan sesuatu; kita berbagi momen-momen penting, pencapaian kecil, bahkan kekhawatiran sehari-hari. Keintiman terbangun melalui berbagi kehidupan secara utuh.   Begitu juga dengan doa. Tuhan rindu agar kita melibatkan Dia dalam setiap aspek kehidupan kita, baik besar maupun kecil. Dia ingin mendengar tentang hari kita, tantangan yang kita hadapi, dan sukacita yang kita rasakan. Berdoa adalah tentang membuka hati dan mengundang Tuhan untuk menjadi bagian aktif dalam perjalanan hidup kita. Ini adalah tentang membangun hubungan yang didasari oleh kepercayaan dan kasih, di mana kita merasa nyaman untuk menjadi diri sendiri di hadapan-Nya.   Berdoa: Yakin dan Percaya Filipi 4:6 – “Janganlah hendaknya kamu kuatir tentang apa pun juga, tetapi nyatakanlah dalam segala hal keinginanmu kepada Allah dalam doa dan permohonan dengan ucapan syukur.”   Ketika kita berdoa kepada Dia, kita melakukannya dengan keyakinan dan kepercayaan penuh bahwa Dia senantiasa bekerja dan berperang untuk kebaikan hidup kita. Perjalanan hidup ini tidak selalu mulus; ada kalanya kita melewati jalan yang rata, namun di waktu lain kita harus menghadapi kerikil tajam dan lubang besar. Dalam setiap situasi tersebut, Tuhan selalu hadir bersama kita. Dia menjaga, melindungi, dan memberikan kekuatan untuk menghadapi segala tantangan.   Oleh karena itu, saat kita berdoa, kita perlu menanggalkan segala keraguan dan kekhawatiran. Sampaikan segala isi hati kita kepada-Nya, layaknya kita berbicara dengan seorang sahabat karib. Tuhan ingin mendengar suara kita, bukan hanya permohonan, tetapi juga ungkapan hati yang tulus. Dia merindukan keintiman dengan kita. Sama seperti seorang sahabat yang terkadang sudah memahami apa yang akan kita sampaikan, Tuhan pun mengetahui setiap pikiran, perasaan, dan detail kehidupan kita. Namun, Dia tetap ingin kita datang kepada-Nya, membuka diri, dan membangun hubungan yang mendalam melalui doa.   BSD, April 2025

Jalinan Intim Dengan Tuhan Read More »