Berbagi Suara-Nya

Kasih Tanpa Syarat

“Kasihilah sesamamu manusia seperti dirimu sendiri! Kasih tidak berbuat jahat terhadap sesama manusia, karena itu kasih adalah kegenapan hukum Taurat.” (Roma 13: 9b-10)

Sepuluh Perintah Tuhan diberikan kepada Musa di Gunung Sinai saat Nabi Musa membawa umat Israel keluar dari Mesir. Tuhan yang meminta Nabi Musa untuk naik ke atas gunung, sendiri, untuk menyampaikan titahnya. Perintah tersebut dituliskan dalam dua loh batu dan merupakan tulisan dari Tuhan sendiri. “Dan Tuhan memberikan kepada Musa, setelah Ia selesai berbicara dengan dia di gunung Sinai, kedua loh hukum Allah, loh batu, yang ditulisi oleh jari Allah.” (Keluaran 31:18).


Saat Tuhan Yesus datang, Ia dicobai oleh orang-orang Farisi yang tidak menerima kehadiranNya dengan pertanyaan, “Guru, hukum manakah yang terutama dalam hukum Taurat?“” (Matius 22:36). Yesus menjawab pertanyaan mereka, “”Kasihilah Tuhan, Allahmu, dengan segenap hatimu dan dengan segenap jiwamu dan dengan segenap akal budimu. Itulah hukum yang terutama dan yang pertama. Dan hukum yang kedua, yang sama dengan itu, ialah: Kasihilah sesamamu manusia seperti dirimu sendiri. Pada kedua hukum inilah tergantung seluruh hukum Taurat dan kitab para nabi.”” (Matius 22:37-40).


Pernyataan Tuhan Yesus sama sekali tidak mengubah Sepuluh Perintah Tuhan yang disampaikan kepada Nabi Musa. Namun Tuhan Yesus menegaskan bahwa tidak ada yang lebih terutama karena semua mempunyai nilai yang sama. Kasihi kepada Tuhan (perintah pertama sampai ke empat) merupakan hubungan vertikal antara manusia dengan Yang Di Atas. Serta, Kasihi Sesama manusia (perintah kelima sampai ke sepuluh) adalah hubungan horizontal antara sesama manusia.


Hubungan horizontal antara manusia dengan sesamanya sangat penting dipahami oleh kita semua. Karena relasi ini menyangkut pada banyak hal, baik dari sisi negatif maupun sisi positif. Pandangan dan pemahaman kasih penting karena ini merupakan dasar dari iman Kristen. “Tetapi yang terutama: kasihilah sungguh-sungguh seorang akan yang lain, sebab kasih menutupi banyak sekali dosa.” (1 Petrus 4:8).


Kasih Keluarga Inti

Kasih kepada keluarga inti (ayah, ibu dan saudara sekandung) merupakan hal pertama yang harus dilakukan oleh kita karena di dalam lingkungan itulah kita lahir dan dibesarkan. Perintah kelima menyebutkan, “Hormatilah ayahmu dan ibumu, supaya lanjut umurmu di tanah yang diberikan Tuhan, Allahmu, kepadamu.” (Keluaran 20:12). Hal yang terutama dilakukan oleh kita adalah kepada ayah dan ibu karena mereka merupakan wakil dari Tuhan yang diberikan kepada setiap kita secara cuma-cuma. Kepada merekalah setiap kita harus hormat, mengasihi dan mendengar.


Bila dalam keluarga ada lebih dari satu anak, kasih dalam keluarga inti harus terjadi antara kakak dan adik. Rasul Yohanes pada 1 Yohanes 2:9-10 menyebutkan, “Barangsiapa berkata, bahwa ia berada di dalam terang, tetapi ia membenci saudaranya, ia berada di dalam kegelapan sampai sekarang. Barangsiapa mengasihi saudaranya, ia tetap berada di dalam terang, dan di dalam dia tidak ada penyesatan.


Pertengkaran bukan hal yang jarang terjadi antara kakak dan adik. Namun penyelesaian perlu dilakukan dalam kasih. Rasul Paulus menuliskan pada Jemaat di Efesus, “Apabila kamu menjadi marah, janganlah kamu berbuat dosa: janganlah matahari terbenam, sebelum padam amarahmu.” (Efesus 4:26). Sehingga bila terjadi perselisihan antara saudara sekandung, penyelesaian harus segera dilakukan – bisa dibantu oleh orang tua bila memang mereka meminta bantuan, atau diselesaikan oleh antar mereka karena mereka harus belajar mengatasinya.


Dasar utama dari kasih disampaikan oleh Rasul Paulus pada Jemaat di Korintus, “Kasih itu sabar; kasih itu murah hati; ia tidak cemburu. Ia tidak memegahkan diri dan tidak sombong. Ia tidak melakukan yang tidak sopan dan tidak mencari keuntungan diri sendiri. Ia tidak pemarah dan tidak menyimpan kesalahan orang lain. Ia tidak bersukacita karena ketidakadilan, tetapi karena kebenaran. Ia menutupi segala sesuatu, percaya segala sesuatu, mengharapkan segala sesuatu, sabar menanggung segala sesuatu.” (1 Korintus 13:4-7).


Kasih Sesama, Termasuk Musuh

Aku memberikan perintah baru kepada kamu, yaitu supaya kamu saling mengasihi; sama seperti Aku telah mengasihi kamu demikian pula kamu harus saling mengasihi. Dengan demikian semua orang akan tahu, bahwa kamu adalah murid-murid-Ku, yaitu jikalau kamu saling mengasihi.” (Yohanes 13:34-35).


Kasih pada sesama di sekitar kehidupan kita dengan sendirinya akan tercipta apabila di dalam keluarga inti sudah tertanam. Karena pembelajaran awal dari kehidupan setiap kita adalah di dalam keluarga inti. Hal itulah yang akan kita bawa dalam kehidupan mereka sehari-hari. Kasih kepada sesama konteksnya menjadi lebih luas dibandingkan dengan apa yang kita alami di dalam keluarga inti. Banyak kejadian yang kita alami, bisa baik, bisa juga buruk.


Salah satu bentuk kasih untuk sesama adalah berbagi. Kadang kondisi lingkungan di sekitar kita tidak lebih baik dari kehidupan kita. Sisi yang kasat mata, kita bisa berbagi dari apa yang kita miliki dan masih baik atau baru untuk sesama yang membutuhkan (misalnya ke panti asuhan). Sementara yang sifatnya tidak kasat mata, misalnya seorang anak membantu temannya yang kesulitan. Dari penggambaran sederhana ini, kita memberikan aura positif pada kehidupan di sekitar kita.


Monolong merupakan cerminan lain dari kasih. Apabila kita diberi tugas untuk hal kecil di keluarga inti, seperti membersihkan kamar, membereskan mainan, atau mencuci piring, bukan tidak mungkin itu akan kita lakukan saat kita berada di tempat lain. Menolong bisa terjadi saat kita melihat ada kesulitan terjadi di sekeliling mereka. Temannya jatuh, menolong orang tua berjalan atau menyeberang jalan, mendorong kursi roda orang tua merupakan hal sederhana tapi sangat berarti.


Hal yang bisa jadi agak sulit dilakukan adalah mengasihi musuh. Ketika mengalami perudungan dan menjadi tertekan, tidak akan mudah untuk mengasihi, atau disakiti karena membela kebenaran, tidak mudah untuk mengasihi. Pada situasi ini, peran orang terdekat kadang sangat berpengaruh. Komunikasi intens dilakukan untuk bisa memahami kondisi yang terjadi dengan lebih terbuka. Bantuan teman dekat untuk menangani kondisi ini akan sangat menolong kita menghadapinya.


Sekali lagi, bukan tidak mungkin terjadi konflik tetapi dengan pembekalan yang kuat akan kasih, kita akan berusaha untuk mencari perdamaian. Dalam pengajaran kepada ke duabelas rasul, Tuhan Yesus mengajarkan, “”Tetapi kamu, kasihilah musuhmu dan berbuatlah baik kepada mereka dan pinjamkan dengan tidak mengharapkan balasan, maka upahmu akan besar dan kamu akan menjadi anak-anak Allah Yang Mahatinggi, sebab Ia baik terhadap orang-orang yang tidak tahu berterima kasih dan terhadap orang-orang jahat.”” (Lukas 6:35).


Karena Dia Lebih Dahulu Mengasihi

Tuhan sudah lebih dahulu mengasihi! Itu adalah alasan utama kita mengasihi.


Tuhan lebih dahulu menciptakan, melengkapi, mempersenjantai, menjaga, melindungi, menolong, membagikan dan semua hal dengan sempurna dan sepenuhnya. Tidak ada duanya di dunia ini. Tuhan adalah panutan kita, kepadaNya-lah kita berpaut. Dia adalah teladan kita, contoh dalam menjalani kehidupan.


Yang terpenting yang sudah diberikan Tuhan kepada seluruh umat manusia, umat yang berdosa adalah kehadiran Yesus Kristus. Dia datang mengajarkan bagaimana hidup yang benar, menjadi garam dan terang, tentang Kerajaan Allah. Dia hadir untuk meluruskan yang salah dan mengantar pada jalan yang benar, jalan menuju Kerajaan Allah.  Pada akhirnya Yesus Kristus mati untuk kita semua, menebus dosa seluruh umat manusia dan menyediakan tempat bagi kita semua di RumahNya nanti. . “Akan tetapi Allah menunjukkan kasih-Nya kepada kita, oleh karena Kristus telah mati untuk kita, ketika kita masih berdosa.” (Roma 5:8).


Kelahiran dan kematian Yesus Kristus menjadi jembatan hubungan manusia dengan Tuhan yang terputus karena dosa. Yesus Kristus adalah Penyelamat. Pada saatnya, Dia akan datang untuk kedua kalinya untuk mengangkat kita yang percaya padaNya. Ibrani 9:28 menyatakan,”demikian pula Kristus hanya satu kali saja mengorbankan diri-Nya untuk menanggung dosa banyak orang. Sesudah itu Ia akan menyatakan diri-Nya sekali lagi tanpa menanggung dosa untuk menganugerahkan keselamatan kepada mereka, yang menantikan Dia.


BSD, Agustus 2021

Leave a Comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *