Berbagi Suara-Nya

Puisi: Kerinduanku Pada si “Hijau”

Kamar tidak terawat, penuh debu, di belakang rumah,

Berisi barang-barang yang ayah sebut namanya buku,

Aku tidak pernah melihat barang itu di kehidupanku,

Semua barang aku pakai dinamakan gawai.

 

Kata ayah,

Buku itu penuh cerita misteri masa lampau,

Kehidupan yang tidak kita alami di saat ini,

Kenyataan yang jauh beda dengan yang kita alami.

 

Aku berpikir akan misteri masa lampau,

Apa yang luar biasa dari itu semua,

Tidak mungkin lebih baik dari apa yang aku rasa,

Tidak mungkin ada keindahan lebih dari sekarang.

 

Namun, suara ayah menghantar aku mengikuti ayah,

Melangkah masuk pada gubuk reyot penuh debu,

Aku menjulurkan tangan mengambil buku di rak kedua,

Buku yang tertata di area “Alam pada masa lampau”.

 

Halaman depan barang yang disebut buku membuatku terpukau,

Aku tidak paham gambar apa yang terpampang di muka halaman,

Ada gambar hijau melebar laksana karpet di ruang tamu,

Warna hijau yang menciptakan kedamaian saat memandangnya,

“Itu hutan,” kata ayah di samping aku.

 

Penuh keraguan, aku membalik lembar demi lembar,

Gambar karpet hijau memenuhi setiap halaman,

Gambar binatang bermuka ceria bercerita pada lembar buku,

Binatang yang tidak pernah aku lihat saat ini.

 

Mengapa banyak binatang yang tidak ada sekarang?

Mengapa mereka tidak pakai masker udara?

Mengapa mereka tidak hidup dalam kurungan penuh oksigen?

Berjuta pertanyaan mengalun penuh di dalam jiwa.

 

Berpuluh buku bergambar aku lahap sampai kenyang,

Menggiring aku untuk duduk di muka gawai mencari cerita,

Menguak masa ketika karpet hijau menghampar penuh keindahan,

Menelurusi misteri sewaktu hidup tanpa masker menutupi wajah.

 

Berjuta informasi mendulang rasa yang mendalam,

Ternyata hidup aku tidak seindah pada masa lampau,

Bumi dipenuhi suasana damai tanpa banyak tuntutan,

Tempat kehidupan yang memberi banyak oksigen tanpa harus membayar,

Alam yang mengantongi banyak janji kebebasan bergerak tanpa aturan,

Kondisi yang menciptakan banyak tawa dan ceria tanpa ikatan dalam badan.

 

Namun,

Bumi terkoyak hancur oleh tangan kapitalis serakah,

Mereka yang mencari harap tanpa melihat masa depan,

Mereka yang rakus akan kekuasaan diri memenuhi ego,

Mereka yang menghancurkan karpet hijau tanpa ragu,

Mereka yang ternyata adalah manusia seperti aku.

 

Aku, seorang bocah lima tahun,

Hidup dalam sangkar di sebut rumah ,

Hidup dalam kurungan besar yang memberi oksigen,

Tidak ada hijau karpet tersibak di depan mata.

 

Aku, seorang bocah lima tahun,

Harus memakai baju lengkap bila ingin keluar dari kurungan,

Harus mengisi oksigen untuk melangkah keluar kurungan,

Harus membeli oksigen bila ingin bernafas di luar kurungan.

 

Aku, seorang bocah lima tahun,

Merindukan alam yang tersibak di barang yang disebut buku,

Merindukan karpet hijau yang memberikan kedamaian dan ceria,

Merindukan hidup bebas tanpa baju lengkap dan membeli oksigen.

 

Aku, seorang bocah berumur lima tahun,

Penuh dengan kemarahan akan ulah kapitalis,

Penuh dendam akan kerakusan kaumku,

Penuh iri akan kebebasan di masa lampau,

Penuh keresahan dan tanya mengapa karpet hijau dirusak?

 

Tertanda,

Bocah Lima Tahun

Menulis dalam tangis dan rindu

Desember 8, 2021

Leave a Comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *