
Murid-murid Tuhan Yesus, walaupun mereka bersama dengan Yesus, juga memiliki perasaan takut. Salah satunya dari kisah ini ada pada Markus 4:35-41 yang oleh Lembaga Alkitab Indonesia diberi judul Angin Ribut Diredakan. Kisah yang serupa bisa dibaca juga pada Matius 8: 23-27 dan Lukas 8:35-41. Kisah yang cukup sering didengar tentang murid-murid Tuhan Yesus yang ketakutan saat di atas perahu karena angin ribut dan badai yang mengamuk sehingga perahu mereka terombang-ambing. Sementara pada saat itu, Tuhan Yesus terlelap di buritan perahu.
Pada kisah tersebut, penekanan bagi kita diambil dari dua sisi. Pertama, rasa takut dan tidak percaya dari murid-murid Tuhan Yesus. Rasa yang mendasar dan pasti dimiliki oleh setiap kita. Kedua, keberadaan Tuhan Yesus bersama para murid di atas kapal. Dalam kehidupan kita yaitu kehadiranNya yang saat ini tidak bisa dilihat tetapi kita yakini dan percaya bahwa Dia selalu ada.
Saya akan coba ungkapkan pernyataan yang ada pada bacaan tersebut mengenai kejadian di atas kapal dan bagaimana hubungannya dengan kehidupan kita sehari-hari.
“Guru Engkau Tidak Peduli Kalau Kita Binasa?” (ayat 38b)
Pernyataan itu diteriakkan oleh murid yang ada di dalam perahu. Sangat kental dari pernyataan itu adalah rasa takut yang luar biasa dari mereka sehingga mereka merasa bahwa meraka akan “binasa”. Ada rasa tidak percaya, tidak yakin, menyerah, mundur dan lain sebagainya sehingga membuahkan satu keputusasaan dan kepasrahan. Ketakutan yang digambarkan oleh murid-murid adalah apa yang akan terjadi di depan mereka.
Perahu bisa digambarkan sebagai alat kita menjalani kehidupan, sementara alam adalah kejadian yang mengganggu atau mendukung kita dalam melangkah. Pada kejadian di atas perahu, alam tidak mendukung dalam menjalani kehidupan. Terjadi gelombang tinggi atau gangguan yang tidak terkendali dan angin keras yang membuat perahu bergoyang keras. Kejadian yang menciptakan ketakutan, khawatir, ragu dan berakhir dengan rasa putus asa.
Tidak jarang dalam kehidupan, kita merasakan gelombang tekanan yang tinggi dan angin keras yang terus menerpa. Tuntutan dan dorongan yang membuat kita menjadi tidak berani untuk melangkah. Perasaan takut, khawatir dan ragu semakin tinggi serta sering berakhir dengan putus asa. Mungkin tidak sampai pada titik ingin “binasa” tetapi perasaan tersebut merongrong dan membuat kita tidak ingin melangkah lagi, kita pasrah dan tidak berjuang, kita diam dan tidak berusaha.
“Diam! Tenanglah!” (ayat 39b)
Perkataan Tuhan Yesus yang tegas itu menggambarkan bahwa Ia adalah Pengendali, Yang Maha Kuasa, Maha Mampu, Maha Segalanya. Setelah kata itu Ia ucapkan, angin ribut hilang dan gelombang menjadi tenang, tidak ada lagi yang mengguncang-guncang perahu. Semua Kembali seperti sedia kala. Tergambar Kuasa Tuhan Yesus menghentikan amarah dari alam sehingga alam menjadi tenang dan aman bagi perahu untuk melaju menuju tempat yang dituju.
Begitulah Tuhan dengan KuasaNya dalam kehidupan kita. Dia mampu mengubah gelombang tinggi menjadi tenang, menghentikan angin badai sehingga tidak mengguncang. Dia mampu mengubah masa depan yang tadinya suram di mata kita, menjadi terang benderang penuh harapan. Dia adalah segalanya.
Hal itu menjadi penting untuk selalu kita pahami dan mengerti bahwa Dia mampu mengubah masa depan yang tadinya gelap menjadi terang, masa depan yang sepertinya tidak ada harapan menjadi cerah. Perahu kehidupan yang terombang ambing, menjadi tenang dalam meluncur. Guncangan kecil maupun besar dalam kehidupan dengan KuasaNya dapat dihentikan dan digantikan dengan sesuatu yang cemerlang. Tuhan, Maha Kuasa, mengubah segala sesuatu menuju hari yang penuh harapan dan damai sejahtera.
“Pada waktu itu Yesus sedang tidur di buritan di sebuah tilam.” (ayat 38a)
Kembali ke ayat di atasnya ada penyebutan “buritan”. Pada perahu, buritan merupakan bagian pengendalian. Memang tidak tertulis atau tidak ada penjelasan mengenai hal ini di dalam Alkitab. Namun, Tuhan Yesus berada di buritan bisa diilustrasikan sebagai Penjaga atau Pengendali. Dia, Maha Tahu, mengendalikan dan menjaga perahu dari segala goncangan yang terjadi. Bisa dibayangkan bahwa murid-murid sibuk untuk mempertahankan perahunya tanpa menyadari adanya Tuhan Yesus yang mengendalikan hadir bersama mereka.
Dalam kehidupan kita tidak sedikit didapatkan bahwa kita merasa mampu mengendalikan hidup dan masa depan kita. Semua terasa indah, tidak ada halangan yang melintang dalam kita melangkah dan menjalani kehidupan – seperti perahu yang melaju dengan tenang di atas air. Atau di saat kita mengalami kendala, kita berusaha untuk menyelesaikan sendiri dengan kekuatan sendiri. Jangankan ada Tuhan Yesus, bahwa mereka memiliki ayah, ibu dan saudara-saudara ataupun teman untuk membantu-pun kita sering lupa. Sampai di satu titik kita tidak tahu lagi harus bergerak lalu timbullah perasaan yang sama dengan para murid saat perahu tergoncang.
Ingatkan selalu akan Tuhan, Sang Maha Pengendali yang selalu ada untuk menjaga, melindungi dan memberi arah bagi kehidupan. Dia yang membantu kita untuk melangkah serta menenangkan gelombang dan angin badai sehingga perahu melaju dengan tenang. Kepada Dia-lah kita harus selalu berpegang karena Dia menjaga kehidupan kita.
“Mengapa kamu begitu takut? Mengapa kamu tidak percaya?” (ayat 40b)
Mengacu pada ayat tentang “buritan” kita kembali ke ayat selanjutnya dimana Yesus bertanya kepada murid-muridnya. Bagi saya, kesedihan kentara dalam pertanyaanNya. Murid-murid yang selama ini bersama dengan Dia, yang seharusnya percaya dan berserah padaNya, malah ketakutan dan putus asa sampai mereka merasa akan “binasa”. Mereka menjadi tidak yakin dan khawatir akan hal yang akan terjadi pada mereka. Padalah Yesus ada di buritan perahu.
Sebagai umat Kristen, kita harus yakin, percaya dan berserah pada Tuhan. Karena Dia sedih apabila kita menjadi takut, tidak percaya, putus asa, apalagi pasrah pada masa depan dan memutuskan binasa. Tentunya, hal ini bukan berarti kita harus menyerahkan diri sepenuhnya kepada Dia dan tidak melakukan apa-apa. Ingat, kita harus tetap mendayung perahu supaya meluncur ke depan.
Paulus menyampaikan pada suratnya kepada Jemaat di Korintus, “Karena itu, saudara-saudaraku yang kekasih, berdirilah teguh, jangan goyah, dan giatlah selalu dalam pekerjaan Tuhan! Sebab kamu tahu, bahwa dalam persekutuan dengan Tuhan jerih payahmu tidak sia-sia.” (1 Korintus 15:58). Ora et Labora, berdoalah dan percayakan diri pada Tuhan, serta tetap bekerja, jangan berpangku tangan.
Mari kita nyanyikan dan hayati lagu di bawah ini:
Tak ku tahu ‘kan hari esok, namun langkahku tegap.
Bukan surya kuharapkan, kar’na surya ‘kan lenyap.
Oh, tiada ‘ku gelisah akan masa menjelang; ‘ku berjalan serta Yesus.
Maka hatiku tenang.
Ref: Banyak hal tak kufahami dalam masa menjelang.
Tapi t’rang bagiku ini: Tangan Tuhan yang pegang.
Tak kutahu ‘kan hari esok, mungkin langit ‘kan gelap.
Tapi Dia yang Pengasih melindungi ‘ku tetap.
Meski susah perjalanan, g’lombang dunia menderu.
Dipimpin-Nya ‘ku bertahan sampai akhir langkahku.
Sebagian dari lagu berjudul Tak ‘Ku Tahu ‘Kan Hari Esok (bait pertama dan bait ketiga) didapat pada Pelengkap Kidung Jemaat nomor 241. Lagu ini berjudul asli I Know Who Holds Tomorrow dikarang oleh Ira Stanphill. Pria kelahiran New Mexico ini adalah seorang penginjil yang berkhotbah di lebih dari 40 negara. Ia juga seorang musisi dan direktur musik yang menciptakan lebih dari 500 lagu rohani. Lagu I Know Who Holds Tomorrow diterjemahkan ke Bahasa Indonesia oleh K.P Nugroho.
Pada saat menciptakan lagu ini, situasi yang dialami Ira tidak terlalu bersahabat. Dia berpisah dengan istrinya, Zelda, setelah hampir satu dekade bersama. Setelah hampir tiga tahun berpisah, istrinya meninggal karena kecelakaan mobil. Ira jatuh dalam depresi yang dalam. Pada buku Turn Your Radio On (Ace Collins, 1999) diceritakan Ira menggumamkan dan menyanyikan lagu I Know Who Holds Tomorrow saat sedang berkendara. Dia bernyanyi karena dia tidak tahu akan kemana Tuhan membawa dia tetapi dia mempercayakan masa depannya pada Tuhan.
Petrus menyatakan pada 1 Petrus 5:7, “Serahkanlah segala kekuatiranmu kepada-Nya, sebab Ia yang memelihara kamu.” Percayalah dan berserahlah, jangan takut dan khawatir akan masa depan karena Tuhan Pengendali Hidup selalu bersama di buritan perahu.
Sebelum Tuhan Yesus pergi meninggalkan murid-muridNya, Ia berpesan seperti yang tertulis pada Yohanes 16:33, “Semuanya itu Kukatakan kepadamu, supaya kamu beroleh damai sejahtera dalam Aku. Dalam dunia kamu menderita penganiayaan, tetapi kuatkanlah hatimu, Aku telah mengalahkan dunia.” Dia telah mengalahkan dunia, di dalam Dia ada damai sejahtera. Kekuatan harus ada pada kita, pada anak-anak. There is always a light at the end of the tunnel (selalu ada cahaya di ujung dari sebuah lorong) meyakinkan semua umat Kristen bahwa di dalam kegelapan, pasti ada terang yang bercahaya. Terang itu sudah disediakan oleh Tuhan bagi kita semua.
BSD, Agustus 2021
Referensi:
Suluh Sekolah Minggu, Binamarga GKI, edisi 19
https://dianaleaghmatthews.com/i-know-who-holds-tomorrow/#.YR4QTsYxVpQ
Turn Radio On, Ace Collins, ZondervanPublishingHourse, 1999